Rabu, 02 Oktober 2013

Analisis Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian




Koperasi atau Cooperative Organization bermakna organizatian owned by and operated for the benefit of those using its services atau dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa organisasi koperasi adalah organisasi yang dimiliki sekaligus dioperasikan untuk kepentingan penggunaannya dalam hal ini adalah anggotanya.[1] Koperasi yang berawal dari kata “co” yang berarti bersama dan “operation” yang berarti bekerja, sehingga koperasi diartikan dengan “bekerja sama”. Sedangkan, pengertian umum koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan sama, diikat dalam suatu organisasi yang berasaskan kekeluargaan dengan maksud mensejahterakan anggota.
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858) yang diterapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama “The Cooperator” yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.[2]
Koperasi di Indonesia diperkenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada Tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Utomo. Tokoh nasional yang dengan gigih mendukung koperasi adalah Moh. Hatta, wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, sehingga beliau disebut dengan Bapak Koperasi Indonesia[3]. Secara resmi gerakan koperasi Indonesia baru lahir pada tanggal 12 Juli 1947 pada Kongres I di Tasikmalaya yang diperingati sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.[4] Koperasi ini diatur berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 menggantikan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinilai memiliki beberapa kelemahan dan mewarisi tradisi perkoperasian kolonial. Salah satu contohnya adalah semangat koperasi dihilangkan kemandiriannya dan disubordinasikan di bawah kepentingan kapitalisme maupun negara. Campur tangan pemerintah dan kepentingan pemilik modal besar sangat terbuka dalam undang-undang ini.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Koperasi dijelaskan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dari definisi tersebut mengandung makna koperasi sebagai badan hukum yang tidak ada bedanya dengan badan usaha uang lain. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih berlandaskan pada azas perseorangan yang hampir sama dengan perusahaan kapitalistik seperti Perseroan.
Selain itu, dalam Pasal 75 Undang-Undang ini yang mengatur soal penyertaan modal tidak mengenal adanya pembatasan. Akibatnya, koperasi bisa kehilangan kemandiriannya dan anggotanya hanya sekadar dijadikan objek pinjaman bagi pemilik modal besar. Bahkan, Pasal 55 semakin mengancam kemandirian koperasi yang membolehkan kepengurusan koperasi dari luar anggota. Keberadaan Dewan Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 sampai Pasal 54 juga yang berfungsi layaknya lembaga superbody. Hal ini memudahkan keputusan koperasi di luar kepentingan anggotanya.[5]
Sebelumnya, kritik terhadap Undang-Undang Perkoperasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswir[6] bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967.[7]
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1958 di era pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan koperasi. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, sebagaimana diatur pada Pasal 18, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Ketentuan ini lebih lanjut menurut Revrisond sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa “bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing”. [8]
Pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar. Hal ini tergambar dalam Pasal 11 bahwa keanggotaan koperasi didasarkan atas kesamaan kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Kemudian, pada Pasal 17 yang dimaksud dengan anggota yang memiliki kesamaan kepentingan adalah suatu golongan dalam masyarakat yang homogen. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi angkatan bersenjata di Indonesia.
Undang-Undang Perkoperasi yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 juga mempertahankan keberadaan koperasi golongan fungsional. Pada Pasal 27 ayat (1), syarat keanggotaan koperasi primer adalah mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi. Lebih lanjut dalam penjelasn disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesamaan kepentingan ekonomi adalah kesamaan dalam hal kegiatan usaha, produksi, distribusi, dan pekerjaan atau profesi.
Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 membuka peluang untuk mendirikan koperasi produksi, namun di Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 peluang ini justru ditutup sama sekali. Hal ini terlihat pada Pasal 83, di mana hanya terdapat empat koperasi yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan koperasi simpan pinjam. Sesuai dengan Pasal 84 ayat (2) yang dimaksud dengan koperasi produsen dalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi. Artinya, yang dimaksud dengan koperasi produsen sesungguhnya adalah koperasi konsumsi para produsen dalam memperoleh barang dan modal.[9]
Karakteristik Undang-Undang No, 17 Tahun 2012 yang mempertahankan koperasi golongan fungsional dan meniadakan koperasi produksi itu jelas paradoks dengan perkembangan koperasi yang berlangsung secara internasional. Dengan tujuan dapat digunakan sebagai dasar untuk menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, justru Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 diwaspadai menjadi ancaman serius terhadap keberadaan koperasi di Indonesia.
Selain itu, pada Pasal 78 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 mengatur koperasi dilarang membagikan profit apabila diperoleh dari hasil transaksi usaha dengan non-anggota, yang justru seharusnya surplus/profit sebuah koperasi sudah sewajarnya dibagikan kepada anggota. Hal ini cukup membuktikan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Hal mana yang sudah kita ketahui bersama bahwa koperasi sangat sulit melakukan transaksi dengan nilai laba tinggi kepada anggotanya, karena justru menekan laba/profit demi memberikan kesejahteraan kepada anggotanya. Bersikap tolak belakang dari ketentuan Pasal di atas, Pasal 80 menentukan bahwa dalam hal terdapay defisit hasil usaha pada koperasi simpan pinjam, anggota wajib menyetor tambahan Sertifikan Modal Koperasi. [10]
Berkaitan dengan lembaga Credit Union, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi kontroversi, sebab Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tidak sama sekali menyinggung soal Credit Union, padahal credit union berkembang sangat pesat di provinsi tersebut. Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat lebih menyukai menggunakan fasilitas Credit Union daripada koperasi.[11]
Bagi penulis, tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut jika credit union tidak dimasukkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012. Hal ini dikarenakan, Credit Union sangatlah berbeda dengan sistem koperasi utamanya Koperasi Simpan Pinjam. Jika simpan pinjam di luar Credit Union modal bisa dari pihak luar yang kemudian dipinjamkan kepada anggotanya, maka di Credit Union bersifat swadaya, pendidikan, dan solidaritas.
Pinjaman yang diberikan kepada anggota Credit Union adalah murni dari modal yang tergabung di dalamnya dan bukan dari pinjaman yang berasal dari pihak ketiga. Jika Credit Union telah tidak masuk dalam Undang-Undang Perkoperasian, maka kedepan mungkin akan dibuatkan aturan yang lebih spesifik/khusus baik dari segi hukum materiil ataupun formalnya, agar lebih memberikan kepastian hukum. 
Referensi:
[1] Berdasarkan Britannica Concise Encyclopedia, dalam Bambang Supriyanto, Kritik Terhadap Koperasi (Serta Solusinya) Sebagai Media Pendorong Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor 2, Nopember 2007, Hlm. 16-17. 
[2] Bambang Supriyanti, Kritik Terhadap...., Op.Cit., Hlm. 18. 
[3] Ibid. 
[4] Pengertian Koperasi, Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. 
[5] Berdikari, Undang-Undang Perkoperasian Masih Dianggap Warisan Kolonial, 2013, http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20130427/uu-perkoperasian-dianggap-masih-warisan-kolonial.html
[6] Revrisond Baswir adalah ekonom progresif dari Universitas Gadjah Mada. 
[7] Ibid. 
[8] Ibid. 
[9] Ibid. 
[10] Irwan Walik (Kompasiana), Pemerintah yang Tidak Pro-Rakyat, 2013, http://hukum.kompasiana.com/2013/01/04/pemerintahan-yang-tidak-pro-rakyat-516368.html

Sosialisasi Undang-undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian



BAMBANG SYAMSUZAR OYONG 
Notaris-PPAT Kota Banjarmasin
SOSIALISASI UU NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG KOPERASI
         
          Ada sesuatu yang menarik yang belum banyak diketahui oleh para pelaku usaha saat diundangkannya UU No. 17 tahun 2012 tentang Koperasi sebagai pengganti dari UU No. 25 Tahun 1992. Diundangkannya UU Koperasi  pada tanggal 29 Oktober 2012, menjadi tongak dasar penempatan Koperasi sebagai badan hukum yang memiliki pengaturan menjadi sangat jelas.
Koperasi sebagai mana diketahui adalah bagian dari pengembangan pemberdayaan kebijakan perekonomian Nasional sebagai sokoguru dalam penempatan wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggota, tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri dalam menghadapi perkembangan Ekonomi Nasional dan global yang semakin dinamis. Untuk itu Koperasi harus siap menghadapi tantangan dalam perkembangan ekonomi dunia yang pesat saat ini. Ini yang selalu disebutkan setiap saat dalam menciptakan kemandirian Koperasi yang sama dengan badan hukum dan bandan usaha lainnya. Namun kenyataan Koperasi sebagai badan tidak segesit badan hukum dan badan usaha lainnya. Walaupun regulasi mengenai Koperasi sudah cukup banyak dikeluarkan oleh Pemerintah. Sampai-sampai untuk berjalanpun sangat sulit ? Inilah kondisi Koperasi yang ada di negeri ini.  Padahal misi pendirian Koperasi tidak lain untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang perorang. Oleh karena itu, peran keanggotaan koperasi sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan perekonomian nasional.  Regulasi yang dilakukan pemerintah dan legislative yaitu merevisi keberadaaan UU No. 25 Tahun 1992 yang dinyatakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hokum ekonomi yang ada saat ini disamping perkembangan perkoperasian yang ada yaitu dengan diundangkannya UU No. 17 Tahun 2012.
Ada hal yang menarik dengan dikeluarkannya UU Koperasi terbaru yaitu diakomodasinya nilai-nilai prinsip koperasi sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan juga mengakomodasi hasil kongres International Cooperative Alliance (ICA). Disamping itu juga pendirian Koperasi harus melalui akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Koperasi (NPAK). Ada penggunaan nama Koperasi yang di atur yang tidak boleh menggunakan nama Koperasi yang telah didirikan dan teraftar. Kemudahan masyarakat dalam mendirikan Koperasi sebagai badan hukum, dimana setiap permohonan pendirian koperasi harus disudah mendapat persetujuan Menteri selambat-lambatnya 30 hari kerja, dan lainnya memberikan nilai-nilai reformasi pada Koperasi.
Disamping itu juga, jika dikaji dengan diberlakukannya UU Koperasi terdapat hal-hal yang menjadi kendala saat belum terbit atau keluarnya peraturan pelaksanaan. Penulis menilai, dari 16 Bab dengan 126 Pasal terdapat beberapa permasalahan jika hal ini tidak segera ditindak lanjuti yaitu perihal mengenai proses pendirian Koperasi sebagai badan hokum. Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat 1 menyebutkan, Koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan hukum setelah akta pendirian Koperasi disahkan oleh Menteri terkait. Artinya proses pendirian Koperasi melalui proses mekanisme pengesahan oleh pejabat terkait untuk menjadikannya sebagai badan hukum penyandang hak dan kewajiban. Dan pejabat terkait dalam hal ini Menteri harus segera mengesahkannya dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana yang ditetapkan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari tersebut,  Menteri tidak mengesahkannya tanpa dilalui proses penolakan, maka akta pendirian Koperasi itu dianggap sah (Pasal 13 ayat 3). Pertanyaannya adalah pengertian dianggap sah sebagaimana pada prasa yang dimaksud pada akta pendirian Koperasi dapat juga diartikan bahwa Koperasi telah dinyatakan sebagai badan hukum dimana dengan tidak menunggu SK Pengesahan dari Menteri. Jika hal ini tidak dijelaskan secara menyeluruh akan menjadi permasalahan bagi pendirian Koperasi. Dimana SK Pengesahan adalah sebagai bukti bahwa pendirian Koperasi telah sesuai sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang untuk dinyatakan sebagai badan hukum dan berlanjut pada perubahannya Anggaran Dasar Koperasi.
Undang-Undang Koperasi juga memuat ketentuan bahwa akta pendirian Koperasi harus dibuat oleh Notaris selaku pejabat umum yang ditunjuk untuk membuat akta pendirian dengan menggunakan bahasa Indonesia (Pasal 9 ayat 1). Tidak semua Notaris dapat dimungkinkan membuat akta pendirian Koperasi melainkan Notaris yang telah terdaftar pada Kementrian Koperasi dengan telah mengikuti pelatihan sebagaimana yang ditetapkan. Disamping itu juga adanya pajabat selain Notaris untuk  membuat akta pendirian Koperasi yaitu Camat selaku pejabat pembuat akta Koperasi asalkan pejabat yang dimaksud telah disahkan selaku Pejabat Pembuat Akta Koperasi.
Ketentuan tersebut akan menjadi dilematis sekali. Jika Notaris dikatakan sebagai pejabat umum sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris. Penempatan Camat  dalam pembuatan akta pendirian Koperasi, dapat juga memposisikan Camat selaku pejabat umum, pada hal kita mengetahui Camat bukanlah pejabat umum, dikarena prodak yang dihasilkan oleh Camat adalah prodak Tata Usaha Negara. Maka akta pendirian Koperasi yang dibuat Camat dapat digugat secara Peradilan Tata Usaha Negara. Pada hal setiap akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris bukan prodak tata usaha Negara dan tidak dapat digugat secara peradilan TUN. Ketentuan-ketentuan ini nantinya akan selalu menjadi permasalahan dikemudian hari.
 Undang-undang Koperasi juga memuat ketentuan tentang pemakaian nama Koperasi yang tidak boleh menyerupai terhadap nama-nama Koperasi yang telah berdiri sebelumnya. Ketentuan tersebut lebih menyerupai sebagaimana pada Perseroan Terbatas dan Yayasan. Pemakaian nama adalah bentuk identitas dari Koperasi yang bersangkutan apakah sebagai Koperasi Primer atau Sekunder dengan jenis Koperasi Konsumen, Produsen, Jasa atau Simpan Pinjam yang sebelumnya tidak diatur pada Undang-Undang sebelumnya.
Pada  UU No. 25 Tahun 1992 dari pengaturannya tidak ada satupun pasal-pasal yang mengatur adanya pemberian sanksi bagi Koperasi yang bersangkutan baik menyangkut sebagai badan hokum maupun terhadap kelembagaannya. Namun dalam ketentuan UU No. 17 Tahun 2012 jelas menyebutkan adanya ketentuan sanksi administrative baik menyangkut teguran secara tertulis, larangan untuk menjalankan fungsi sebagai  Pengurus atau Pengawas Koperasi, sampai pada pencabutan izin usaha  dan pembubaran Koperasi. Ketentuan sanksi tidak lain memberi peringkatan kepada setiap Anggota Koperasi untuk menjalankan Koperasi dengan sebaik-baiknya.
Pada ketentuan Peralihan UU No. 17 Tahun 2012, disebutkan Koperasi yang telah berdiri sebelum  dikeluarkannya UU tersebut tetap diakui sebagai Koperasi berdasarkan UU yang ada. Untuk itu, dalam jangka waktu paling lambat tiga tahun sejak UU ini diundangkan bahwa Koperasi yang bersangkutan untuk segera menyesuaikan Anggaran Dasarnya. Koperasi yang tidak menyesuaiakan dalam jangka waktu tersebut akan ditindak sebagaimana  ketentuan UU. Ketentuan UU yang dimaksud dapat juga diartikan ketentuan sanksi administrative pada ketentuan Pasal 12 ayat 2.
Banyak hal-hal yang tercantum pada UU No. 17 Tahun 2012. Untuk mereformasi Koperasi sebagai badan hokum secara legalitas formal telah dimulai dengan diundangkannya UU ini. Namun yang menjadi kendala-kendala tersebut di atas dapat dipercepat untuk dikeluarkannya peraturan pelaksanaannya. Kedepannya ini menjadi momentum bahwa Koperasi juga sebagai badan hukum yang juga dapat berlari sama kenjangnya dengan Perseroan Terbatas maupun dengan badan usaha lainnya.

Rabu, 18 September 2013

SOSIALISASI UU RI NO.17/2012 TENTANG PERKOPERASIAN



SOSIALISASI UU NO.17/2012

HAL-HAL YANG MEMERLUKAN PERHATIAN KHUSUS
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN

Babak baru Koperasi dimulai lewat disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2012 menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992. Penggantian UU Lama didasarkan satu pertimbangan tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan.
Mencermati UU yang baru, ada beberapa hal yang memerlukan perhatian khusus segenap penggiat/pelaku Koperasi.

Peraturan Pemerintah yaitu :
Ø    PP Mengenai Tata Cara Pemakaian Nama Kop. (Pasal 17 ayat 4)
Ø    PP Mengenai Modal Koperasi. (Pasal 77)
Ø    PP Mengenai Tata Cara pengembangan jenis Kop. (Pasal 85).
Ø    PP Mengenai Prinsip Ekonomi Syariah. (Pasal 87 ayat 4).
Ø    PP Mengenai Lembaga Penjamin Simpanan KSP. (Pasal 94 ayat 5)
Ø    PP Mengenai Koperasi Simpan Pinjam. (Pasal 95).
Ø    PP Mengenai Pembentukan Lembaga Pengwsn KSP (Psl 100 ayat 3).
Ø    PP Mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pembubaran, Penyelesaian dan Hapusnya Status Badan Hukum Kop. (Pasal 111)
Ø    PP Mengenai Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perlindungan kepada Kop. (Pasal 113 ayat 2)
Ø    PP Mengenai Jenis, Tata Cara dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif (Pasal 120 ayat 3).

Peraturan Menteri yaitu :
Ø    Permen Mengenai Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Pengesahan Koperasi sebagai Badan Hukum. (Pasal 10 ayat 3).
Ø    Permen Mengenai Memperoleh Izin Usaha SP (Pasal 88 ayat 2).
Ø    Permen Mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas (Pasal 90 ayat3).
Ø    Permen Mengenai Pengawas dan Pengurus KSP Harus Memenuhi Persyaratan Standar Kompetensi. (Pasal 92 ayat 2).
Ø    Permen Mengenai Pengawasan & Pemeriksaan Kop. (Pasal 99).
Ø    Permen Mengenai Penggabungan/ Peleburan Kop. (Pasal101 ayat 6).
Ø    Permen Mengenai Tata Cara Perubahan Unit Simpan Pinjam menjadi KSP.(Pasal 122 ayat 4).
Sebab hal ini berkaitan dengan penyesuaian ditingkat operasionalisasi organisasi dan usaha Koperasi.

UU NOMOR 25/1992
UU NOMOR 17/2012


14 BAB 67 Pasal







Ø  Akta Pendirian Susunan Pengurus dicantumkan dalam AD
Ø  Pengesahan Akta Pendirian paling lambat 3 bulan (Pasal10 ayat 2)







Ø  AD sekurang-kurangnya memuat :
-          Daftar nama pendiri
-          Nama dan tempat kedudukan
-          Maksud dan tujuan dan bidang usaha
-          Keanggotaan
-          Rapat Anggota
-          Pengelolaan
-          Permodalan
-          SHU
-          Sanksi













































Ø  Perubahan AD Persetujuan Menteri (Pasal 12 ayat 2) : Penggabungan, pembagian dan perubahan bidang usaha.


Ø  Sanksi Anggota tidak diatur



Ø  Perangkat Organisasi : Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas (Pasal 21)

PENGAWAS
Pengawas Bertugas :
Ø  Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolan Kop;
Ø  Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.



















































PENGURUS
Pengurus Bertugas :
Ø  Mengelola Koperasi dan usahanya;
Ø  Mengajukan rancangan RK serta RAPBK;
Ø  Menyelenggarakan RA;
Ø  Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
Ø  Menyelenggarakan pembukuan, keuangan dan inventaris secara tertib;
Ø  Memelihara daftar buku anggota dan Pengurus.


















































































RAPAT ANGGOTA
Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 6 bualn setelah tahun buku lampau (Pasal 26 ayat 2)


























MODAL KOPERASI
Ø  Modal Kopersi terdiri dari Modal Sendiri dan Modal Pinjaman (Pasal 41 ayat 1)
Ø  Modal Sendiri Koperasi berasal dari :
-          Simpanan Pokok
-          Simpanan Wajib
-          Dana cadangan
-          Hibah








































SISA HASIL USAHA
-          Cadangan
-          Jasa Anggota transaksi usaha
-          Jasa Anggota simpanan
-          Dana Pengurus dan Pengawas
-          Karyawan
-          Dana Pendidikan
-          Dana Pembangunan Koperasi
-          Dana Sosial



















JENIS KOPERASI
Tidak diatur
















KOPERASI SIMPAN PINJAM
Tidak Diatur



































































PEMBUBARAN KOPERASI
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan : (Pasal 46)
Ø  Keputusan Rapat Anggota
Ø  Keputusan Pemerintah



















PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Tidak diatur








SANKSI
Tidak diatur






27 BAB 126 Pasal
FOKUS :
Ø  Organisasi dan Manajemen
Ø  SDM dan Kelembagaan
Ø  Keanggotaan dan Permodalan
Ø  SHU
Ø  Masa berlaku.

Ø  Akta Pendirian Susunan Pengurus dan Pengawas dicantumkan dalam AD.
Ø  Pengesahan Akta Pendirian paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima (Pasal 13 ayat 2).
Ø  Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi, barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi (Pasal 8 ayat 5).
Ø  AD sekurang2nya memuat (Pasal 16 a1)
-          Nama dan tempat kedudukan
-          Wilayah Keanggotaan
-          Tujuan, usaha dan jenis koperasi
-          Jangka waktu berdirinya koperasi
-          Modal Koperasi
-    Tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengawas & Pengurus
-    Hak dan kewajiban Anggota, Pengawas dan Pengurus
-          Keanggotaan
-          Rapat Anggota
-          Selisih Hasil Usaha
-          Perubahan AD
-          Pembubaran
-          Sanksi
-          Tanggungan Anggota
Ø  Akta Pendirian Koperasi memuat AD dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi. (Pasal 10 ayat 1).
Ø  Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya : (Pasal 10 ayat 2)
-    Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum koperasi pendiri bagi Koperasi Sekunder; dan
-    Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal dan pekerjaan Pengawas dan Pengurus yang pertama kali diangkat

Ø  Pengesahan Koperasi sebagai badan hukum diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima. (Pasal 13 ayat 2).
Ø  Koperasi dilarang memakai nama yang :
-    Telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam sat Kab/Kota;
-    Bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan, dan/atau
-    Sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga Pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari Ybs. (Pasal 17 ayat 1).
Ø  Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata “ Koperasi “ dan diakhiri dengan singkatan “ (Skd) “. (Pasal 17 ayat 2).
Ø  Kata “ Koperasi “ dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang2 ini. (Pasal 17 ayat 3)

Ø  Perubahan AD Persetujuan Menteri (Pasal 20 ayat 2) : Nama, Tempat Kedudukan, Wilayah keanggotaan, tujuan, kegiatan usaha dan jangka waktu berdirinya kop.

Ø  Sanksi Koperasi terhadap anggota (Pasal 30 ayat 2) :
-          Teguran tertulis 2 kali
-          Pencabutan status keanggotaan
Ø  Perangkat Organisasi : Rapat Anggota Pengawas dan Pengurus (Pasal 31)

PENGAWAS
Pengawas Bertugas : (Pasal 50 ayat 1)
Ø  Mengusulkan calon Pengurus;
Ø  Memberi nasihat dan pengawasan kepada Pengurus;
Ø  Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan kop yg dilakukan oleh Pengurus; dan
Ø  Melaporkan hasil pengawasan kepada RA.

Pengawas Berwenang : Pasal 50 ayat 2)
Ø  Menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dlm AD;
Ø  Meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan pihak lain yang terkait;
Ø  Mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja kop dari Pengurus;
Ø  Memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yg ditetapkan dalam AD; dan
Ø  Dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.

PENGAWAS :
Ø  Pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan kop (Pasal 51 ayat 1).
Ø  Pengawas bertanggungjawab atas pelaks tugasnya kepada RA (Pasal 51 ayat 2).
Ø  Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf c, Pengawas daspat meminta bantuan kepada Akuntan Publik untuk melkukan jasa audit thd kop (Psal 52 ay 1).
Ø  Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RA dengan menyebutkan alasannya (Pasal 53 ayat 1).
Ø  Keputusan untuk memperhentikan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)hanya dapat ditetapkan setelah Ybs diberi kesempatan untuk membela diri dalam RA, kecuali Ybs menerima keputusn pembehentian tsb (Psal 53 ay 1).
Ø  Ketentuan mengenai tanggungjawab Pengawas atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kibat Undang-Undng hkum Pidna (Pasl 53 ay 3)
Ø  Ketentuan mengenai pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau berhalangan tetap, diatur dalam AD (Pasal 54).

PENGURUS
Pengurus Bertugas : (Pasal 58 ayat 1)
Ø  Mengelola kop berdasarkan AD;
Ø  Mendorong dan memajukan usaha Angota;
Ø  Menyusun rancangan RK serta RAPBK untuk diajukan kepada RA;
Ø  Menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada RA;
Ø  Menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan komunikasi kop untuk diajukan RA;
Ø  Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
Ø  Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara intensif dan efisien;
Ø  Memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Kop dan Risalah Rapat Anggota;

   PENGURUS
Ø  Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan dan kemajuan kop sesuai dengan tanggungjawabnya dn keputus RA.
Ø  Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Angota maupn non-Angota (Psl 55,1).
Ø  Pengurus berwenang mewakili Kop di dlm maupun diluar pengadilan (Psl 58,ayt 2).
Ø  Setiap Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan dan usaha Koperasi (Pasal 60 ayat 1)
Ø  Pengurus bertanggungjawab atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan Kop kepada RA (Pasal 30 ayat 2)
Ø  Pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (Pasal 60 ayat 3).
Ø  Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Kop dapat digugat ke pengadilan oleh sejumlah anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) anggota atas nama Koperasi (Pasal 60 ayat 4)
Ø  Ketentuan mengenai tanggungjawab  Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yg diatur dalam UU ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Pasal 26 ayat 2).
Ø  Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RA dengan menyebutkan alasannya (Pasal 64 ayat 1).
Ø  Keputusan untuk memberhentikan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil setelah Ybs diberi kesempatan untuk membela diri dalam RA (Pasal 64 ayat 2).
Ø  Ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Pengurus yang kosong atau dalam hal Pengurus diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam AD (Pasal 65).

PEMBERDAYAAN
PERAN PEMERINTAH
Ø  Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Kop agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. (Pasal 112 ayat 1)
Ø  Langkah yang ditempuh Pemerintah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk (Pasal 112 ayat 3) :
-    Pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan penelitian Kop.
-    Bimbingan usaha Kop yg sesuai dg kepentingan ekonomi Anggota.
-    Memperkukuh permodalan dan pembiayaan Kop.
-    Bantuan pengembangan jaringan usaha Kop dan kerjasama yang saling menguntungkan antara Kop dan badan usaha lain.
-    Bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Kop dgn tetap memperhatikan AD Kop.
-    Insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundanga2an.

RAPAT ANGGOTA
Ø  Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 5 bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup (Pasal 36 ayat 2)
Ø  Laporan pertanggungjawaban tahunan wajib ditandatangani oleh semua Pengurus (Pasal 38 ayat 1)
Ø  Apabila salah seorang Pengurus tidak menandatangani laporan pertanggungjawaban tahunan Pengurus ybs harus menjelaskan alasannya secara tertulis (Pasal 38 ayat 2)
Ø  Dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakan RA dalam jangka waktu 5 bulan, Menteri dapat memerintahkan Koperasi untuk menyelenggarakan RA melalui undangan pemanggilan kedua. (Pasal 36 ayat 1)
Ø  Undangan pemanggilan kedua dilakukan paling lambat 14 hari sebelum RA diselenggarakan (Pasal 36 ayat 4).
Ø  Dalam hal  RA Luas Biasa kedua tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan (Pasal 43 ayat 5)
Ø  Penetapan Ketua Pengadilan mengenai pemberian izin merupakan penetapan instansi pertama & terakhir (Psal 44 ayt 4).

MODAL KOPERASI
Ø  Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal (Pasal 66 ayat 1)
Ø  Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Modal Koperasi berasal dari :
-          Hibah
-          Modal Penyertaan
-          Modal Pinjaman berasal dari (Anggota, Koperasi lain dan atau anggotanya, bank/lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya serta Pemerintah/Pemerintah Daerah
-          Sumber lain yang sah.
Ø  Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari :
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
Masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan modal Penyertaan.
Ø  Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat Ybs mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan (Pasal 67 ayat 1).
Ø  Setiap anggota Kop harus membeli Sertifikat Modal Koperasi (SMK) yagn jumlah minimumnya ditetapkan dalam AD (Pasal 68 ayat 1).
Ø  Koperasi harus menerbitkan SMK dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok (Pasal 68 ayat 2).
Ø  Pembelian SMK daslam jumlah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertn modal Anggota di Kop (Pasal 68 ayt 3).
Ø  Sertifikat Modal Kop tidak memiliki hak suara (Pasal 69 ayat 1).
Ø  Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Anggota yang bersangkutan wajib menjual SMK yang dimilikinya kepada Anggota lain dari Kop Ybs berdasarkan harga SMK yang ditentukan RA (Pasal 70 ayat 3).


SELISIH HASIL USAHA DAN CADANGAN
Mengacu pada ketentuan AD dan Keputusan RA, Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk : (Pasal 78 ayat 1).
-          Anggota  sebanding transaksi usaha
-          Anggota sebanding SMK/Simpanan
-          Bonus Pengawas, Pengurus dan Karyawan
-          Dana Pembangunan dan kewajiban lainnya
-          Penggunaan lain yang ditetapkan dalam AD
(Pendidikan, Sosial dll)
Ø  Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Usaha yang berasal dari transaksi dengan Non Anggota (Usaha Non Simpan Pinjam) Pasal 78 ayat 2.
Ø  Surplus Hasil Usaha yang berasal dari Non Anggota dimaksd pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota (Pasal 78 ayat 3).
Ø  Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil Usaha untuk Dana Cadangan sehingga menjadi paling sedikit 20 % dari nilai Sertifikat Modal Koperasi (Pasal 81 ayat 2).



JENIS KOPERASI
Jenis Koperasi yaitu (Pasal 83)
Ø  Koperasi Konsumsi (kegiatan usaha pelayanan dibidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan Non Anggota)
Ø  Koperasi Produsen (kegiatan usaha pelayanan dibidang Pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan Non Anggota.
Ø  Koperasi Jasa (Kegiatan usaha pelayanan jasa Non Simpan Pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan Non Anggota
Ø  Koperasi SP (kegiatan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota).


KOPERASI SIMPAN PINJAM
Ø  KSP Kegiatan adalah (Pasal 89)
Menghimpun dana dari anggota
Memberikan pinjaman kepada Anggota; dan menempatkan dana pada KSP Sekundernya.
Ø  Untuk meningkatkan pelayanan kepada Anggota, KSP dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam (Pasal 89 ay 1)
Ø  Untuk meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi usaha serta mengembangkan kerjasama antar KSP, KSP dapat mendirikan atau menjadi Anggota KSP Sekunder (Pasal 91 ayat 1)
Ø  KSP Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan kegiatan : (Pasal 91 ayat 2)
Simpan pinjam antar KSP yang menjadi anggotanya;
Manajemen risiko;
Konsultasi manajemen Usaha SP;
Diklat di bidasng Usaha SP;
Standardisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
Pengadaan sarana usaha untuk anggota; dan/atau
Pemberian bimbingan dan konsultasi.
Ø  KSP Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan pinjaman kepada Anggota perorangan (Pasal 91 ayat 3).
Ø  Pengelolaan KSP dilakukan oleh Pengurus atau Pengelola Profesional berdasarkan standar Kompetensi (Pasal 92 ayat 1).
Ø  Pengawas dan Pengurus KSP harus memenuhi persyaratan standar kompetnsi yg dipatur Permen (Psl 92 ay 1).
Ø  KSP dan USP yang telah memberikan pinjaman kepada Non Anggota wajib mendaftarkan Non Anggota tersebut menjadi Anggota Kop paling lambat 3 bulan sejak berlakunya Undang2 ini (Pasal 123 ayat 1)
Ø  Pengawas dan Pengurus KSP dilarang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus atau Pengelola KSP lainnya (Pasal 92 ayat 3)
Ø  KSP dilarang melakukan investasi usaha sektor riil (Pasal 93 ayat1)
Ø  KSP yang menghimpun dana dari Anggota harus menyalurkan kembali dalam bentuk pinjaman kepada Anggota (Pasal 93 ayat 6).
Ø  KSP wajib menjamin Simpanan Anggota (Pasal 94 ayat 1).
Ø  Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan KSP untuk menjamin Simpanan Anggota (Pasal 94 ayat 2)
Ø  Lembaga Penjamin KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan program penjaminan Simpanan bagi Anggota KSP (Pasal 94 ayat 3).
Ø  KSP yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti program penjaminan Simpanan (Pasal 94 ayat 4).

PEMBUBARAN KOPERASI
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan ; (Pasal 102)
Ø  Keputusan Rapat Anggota
Ø  Jangka waktu berdirinya telah berakhir
Ø  Keputusan Pemerintah
Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam AD telah berakhir (Pasal 104 ayat 1)

Permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi diajukan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir (Pasal 104 ayat 3).

Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi tetapi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya menanggung sebatas Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi (Pasal 107)



PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Ø  Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Kop (Pasal 96 ayat 1)
Ø  Pengawasan  melalui pelaporan, pemantauan dan evaluasi terhadap Koperasi (Pasal 97 ayat 1)
Ø  Pengawasan KSP dilakukan oleh Lembaga Pengawasan KSP (Pasal 100 ayat 1).

SANKSI ADMINISRATIF
Menteri dapat menjatuhkan sanksi administratif : (Pasal 120 ayat 1)
Ø  Kop yang tidak melaksanakan RAT 2 tahun buku terlampau.
Ø  Kop yang tidak melakukan audit atas laporan keuangan.
Ø  Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus.
Ø  Koperasi yang tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib.
Ø  Pengurus yang tidak memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi dan risalah Rapat Anggota.
Ø  Pengurus yang tidak terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Rapat Anggota.
Ø  KSP Sekunder yang memberikan pinjaman kepada Anggota Perseorangan.
Ø  Pengawas atau Pengurus KSP yang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus atau Pengelola KSP.
Ø  KSP yang melakukan investasi usaha pada sektor riil
Sanksi administratif dapat berupa : (Pasal 120 ayat 2)
Ø  Teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 kali
Ø  Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas.
Ø  Pencaburan izin usaha
Ø  Pembubaran

Pada saat Undang-Undang ini mulai diberlakukan : (Pasal 121)
Ø  Koperasi wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya paling lambat 3 tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini (Pasal 121 huruf b)

CATATAN PENTING
Ø  UU No.25/1992  sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan Koperasi.
Ø  Kurang memadai lagi untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Kop, terlebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Ø  UU Baru memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu mewujudkan Kop sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri dan tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip Kop.
Ø  Dibidang keanggotaan ditegaskan bahwa keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, satu orang satu suara, pengawasan kop oleh Anggota.
Ø  UU ini Pemerintah membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota KSP.
Ø  Ketentuan perangkat organisasi memuat adanya Pengawas dan Pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus bertugas mengelola usaha kop.
Ø  Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengawas dan Pengurus disusun agar Pengawas dan Pengurus bekerja secara profesional.
Ø  UU ini mendorong perwujudan prinsip partisipasi ekonomi Anggota, khususnya kontribusi anggota dalam memperkuat modal kop. Salah satu unsur penting dari modal yang wajib disetorkan oleh anggota adalah Sertifikat Modal Koperasi yang tidak memiliki hak suara. Sekalipun terdapat keharusan pemilikan SMK ini, namun kop tetap merupakan perkumpulan orang bukan perkumpulan modal.
Ø  Penguatan kelembagan dan usaha agar Kop menjadi sehat, kuat, mandiri, tangguh dan berkembang melalui peningkatan kerjasama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota.
Ø  Pembubaran kop menyatakan bahwa pembubaran kop dilakukan berdasarkan keputusan RA, jangka waktu berdirinya telah berakhir dan keputusan Menteri.
Ø  Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian AD dalam jangka waktu  diatas ditindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 121 huruf c).
Ø  Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan AD Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini (Pasal 121 huruf d)

Koperasi yang mempunyai USP wajib mengubah USP menjadi KSP dalam waktu paling lambat 3 tahun sejak Undang-Undang ini disahkan. (Pasal 122 ayat 1)
KSP dan USP yang telah memberikan pinjaman kepada non Anggota wajib mendaftarkan non Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi paling lambat 3 bukan sejak berlakunya Undang-Undang ini (Pasal 123 ayat 1)