Sertifikat
Modal Koperasi: Modal bukan Kekuasaan
Muhammad Joni
May 28 |13:48
Andai
pembaca menjadi pengurus atau anggota Koperasi? Bersiaplah lebih sejahtera,
dengan mengubah Anggaran Dasar yang mengkonversi modal ke dalam Setoran Pokok
dan Sertifikat Modal Koperasi, sebut saja SMK. Ini kabar baik, anda yang
menjadi anggota Koperasi bisa memiliki SMK dan menjadikannya sumber pendapatan
pasif baru. Kesejahteraan anggota makin meningkat.
Begitu
catatan hati saya, tatkkala diminta membantu Kementerian Koperasi dan UKM
mempertahankan 23 norma UU Nomor 17 Tahun 2012 yang diujikan ke Mahkamah
Konstitusi. Bayangkan andai seluruh rakyat dewasa menjadi anggota Koperasi,
ekonomi keluarga akan semakin menguat.
Andai
tiap konsumen kebutuhan harian rumah tangga dari waralaba ‘….mart’, atau ‘…four’ adalah Koperasi dan pembelinya adalah anggota Koperasi,
tentu sebagian surplus hasil usaha akan mengalir kembali. Andai digiat-giatkan
misi ini: konsumen yang anggota Koperasi berbelanja kepada Koperasi, apa alasan
itu bukan gerakan ekonomi yang dahsyat?
Walau
Koperasi berbeda dengan perseroan terbatas (PT), namun sebagai badan
usaha tetap membutuh modal. UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,
membuat norma baru perihal modal. UU itu memperkuat modal Koperasi
dengan SMK sebagai sumber modalnya. Berbeda
dengan saham (share), SMK tidak
mempengaruhi jumlah suara dan hanya boleh dimiliki anggota Koperasi. Itu
ketentuan yang imperatif.
Pasal
66 UU Perkoperasian mengatur modal Koperasi. SMK sama sekali berbeda
dengan konsep saham seperti PT. Pun, SMK
hanya menghimpun potensi anggota Koperasi sendiri. Maksudnya, untuk memperkuat
modal Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, kuat, tangguh dan mandiri.
Modal diperlukan agar dapat berusaha, sehingga tak sekedar dibentuk dan
mati suri. Dari usaha Koperasi, jika memperoleh Surplus Hasil Usaha yang
sebagian dibagikan kepada anggota Koperasi.
SMK sebagai instrumen modal
Koperasi bukan diterbitkan untuk mengejar keuntungan tiap-tiap anggota dari
modal yang ditanamkannya. Dengan SMK itu, Koperasi sebagai
organisasi bekerja dengan modal, namun bukan untuk modal. Melalui
SMK, Koperasi terwujud sebagai organisasi yang menyampingkan modal
sebagai sumber kekuasaan. Jumlah nominal SMK tidak mengakumulasi hak
suara. Tidak mempengaruhi hak suara dalam Rapat Anggota.
Modal Koperasi yang berasal dari
SMK tidak menghilangkan kepemilikan Koperasi oleh anggota Koperasi,
karena SMK tidak diberikan kepada orang selain anggota Koperasi.
Tidak mengubah Koperasi menjadi kumpulan modal, namun hanya
instrumen memperkuat modal dari anggota Koperasi sendiri.
Hasilnya akan dibagikan kepada anggota Koperasi dalam mekanisme Surplus Hasil
Usaha. Mewujudkan asas kekeluargaan dan “dari anggota, oleh anggota untuk
anggota” termasuk dalam hal pembagian Surplus Hasil Usaha.
SMK tidak menjadi penentu hak
suara dalam Rapat Anggota [Pasal 69 ayat (1) UU Perkoperasian]. Berapapun
kepemilikan SMK tidak mempengaruhi suara pada Rapat Anggota,
berbeda dengan konsep saham dalam UU Perseroan Terbatas yang menjadi
penentu hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Norma SMK sebagai modal
Koperasi sudah berjalan sebagai perilaku sosial dalam praktik perkoperasian di
Indonesia. Bahkan pada banyak Koperasi Simpan Pinjam (KSP), sudah menggunakan
istilah “Saham Koperasi” dalam Anggaran Dasar. tetapi, istilah “Saham
Koperasi” berbeda dengan konsep/definisi ‘saham (share)’ dalam UU PT. yang berpengaruh kepada hak suara dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada SMK, setiap anggota hanya memiliki
satu hak suara [Pasal 35 ayat (3) UU Perkoperasian].
Pasal 66 UU Perkoperasian bukan
keadaan baru karena hanya menormakan apa yang menjadi kebiasaan praktik
koperasi. Untuk menjalankan Koperasi, apalagi Koperasi yang berkualitas
yang tumbuh kuat, sehat, mandiri dan tangguh [konsideran “Menimbang” huruf b UU
Perkoperasian]. Tidak cukup memadai mengandalkan hanya dari Setoran Pokok,
karena akumulasinya sangat kecil sehingga tidak cukup kuat menjalankan usaha
Koperasi karena itu perlu diakumulasi modal Koperasi dengan menerbitkan SMK
kepada anggota Koperasi.
Sebelum adanya UU Perkoperasian,
modal Koperasi selalu tidak stabil dan jumlahnya terbatas, karena Simpanan
Pokok dan akumulasi Simpanan Wajib bisa ditarik sewaktu-waktu oleh Anggota.
Akibatnya Koperasi tidak kuat, labil, dan kerapkali mengalami mati suri serta
hanya mengharapkan bantuan Pemerintah. Dengan SMK, modal
diakumulasi. Namun modal bukan sumber kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar